Popular Posts

Monday 9 December 2013

Apakah Engkau Tersenyum?




Suatu ketika aku mengemasi barang-barang lama ku dan menemukan sepucuk surat dari ibu. Sudah hampir 7 tahun sejak ibu meninggalkan kami di sini. Beliau meninggalkan kami di sebuah rumah kecil namun kehangatan keluarga selalu terasa. 


 Ketika beliau pergi umurku masih 14 tahun dan duduk di bangku 2 Sekolah Menengah Pertama. Setelah ibu meninggal, aku hidup dengan ayah dan kakak perempuan ku. Kakak laki-laki pertama dan kedua ku tinggal dan bekerja di luar kota. Setelah semua kakak ku menikah akhirnya aku hanya tinggal dengan ayah.

Engkau selalu menulis pesan-pesan untuk anak-anak mu di halaman terakhir buku tulis kami. Terkadang aku begitu kesal dengan coretan mu, ibu. Namun, ku sadari kini semua yang ibu tulis sangat berguna dan berarti bagi kami. Aku kecewa, sangat kecewa! Aku kecewa bila ingat aku sempat kesal dengan mu ibu.

Ibu jika engkau ingat beberapa hari sebelum meninggalkan kami itu adalah salah satu memori yang terindah untuk ku. Kala itu langit  jingga menghiasi hari kita. Aku, ibu serta ayah tengah menyiapkan cemilan khusus untuk calon kakak ipar. Kita bertiga melepas canda dan tawa di dapur. Ibu terlihat bahagia karena cemilan ini khusus disiapkan untuk calon kakak ipar.

Secara tiba-tiba ayah hendak mengambil cemilan itu untuk dicoba. “Jangan di makan! Itu buat Ikin.” Kata Ibu, seketika kami serentak tertawa bersama. Ternyata ibu begitu menyayangi calon kakak ipar. Namun memori itu menjadi sirna oleh kesedihan kami yang ditinggalkan oleh mu beberapa hari berikutnya.

Setelah seminggu engkau meninggalkan kami aku teringat cemilan yang ibu buat tersimpan baik di lemari. Ketika aku membuka lemari itu, sontak aku teringat memori bahagia waktu itu. Aku menangis….. Ibu, jika engkau melihat ku dari sana, mungkinkah engkau tersenyum mengingat memori indah kita?

No comments:

Post a Comment